Dalam dunia mikrobiologi, identifikasi bakteri merupakan langkah krusial untuk berbagai tujuan, mulai dari diagnosis penyakit hingga pengendalian kualitas produk pangan dan lingkungan. Berbagai metode telah dikembangkan untuk membedakan satu jenis bakteri dari yang lain, dan salah satunya adalah uji sitrat bakteri. Uji ini memanfaatkan kemampuan metabolisme spesifik dari beberapa jenis bakteri dalam memanfaatkan senyawa sitrat sebagai sumber karbon utama.
Prinsip utama dari uji sitrat adalah kemampuan bakteri tertentu untuk menghasilkan enzim sitrase (citrate permease). Enzim ini memungkinkan bakteri untuk mengangkut ion sitrat ke dalam sel, di mana ia kemudian dipecah melalui siklus asam sitrat (siklus Krebs). Bakteri yang mampu menggunakan sitrat sebagai sumber energi tunggal akan menunjukkan pertumbuhan pada medium uji sitrat, yang biasanya diformulasikan tanpa sumber karbon lain selain sitrat itu sendiri. Akibat dari metabolisme ini adalah terbentuknya produk sampingan basa, yang menyebabkan perubahan warna pada indikator pH yang ditambahkan dalam medium.
Medium yang paling umum digunakan untuk uji sitrat adalah medium Koser Citrate Agar atau simmons citrate agar. Medium ini mengandung garam sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon. Selain itu, medium ini juga mengandung garam amonium (seperti amonium dihidrogen fosfat) yang berfungsi sebagai sumber nitrogen. Indikator pH yang sering digunakan adalah Bromothymol Blue. Bromothymol Blue berwarna hijau pada pH netral (sekitar 7.0), berubah menjadi biru pada kondisi basa (pH > 7.6), dan menjadi kuning pada kondisi asam (pH < 6.0). Karena pemecahan sitrat menghasilkan produk basa, perubahan warna menjadi biru adalah indikator positif dari kemampuan bakteri untuk memanfaatkan sitrat.
Untuk melakukan uji sitrat, koloni bakteri yang dicurigai diinokulasikan ke dalam medium uji sitrat cair atau padat. Inkubasi dilakukan pada suhu yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri, biasanya 35-37°C, selama 24-48 jam. Pengamatan dilakukan terhadap adanya pertumbuhan bakteri dan perubahan warna medium. Jika medium berubah warna dari hijau menjadi biru, ini menunjukkan bahwa bakteri tersebut mampu menggunakan sitrat dan bersifat sitrat-positif. Contoh bakteri yang bersifat sitrat-positif adalah Klebsiella spp. dan Salmonella spp.. Sebaliknya, jika medium tetap berwarna hijau atau bahkan berubah menjadi kuning (meskipun jarang terjadi pada medium sitrat murni), maka bakteri tersebut dianggap sitrat-negatif. Bakteri seperti Escherichia coli dan Staphylococcus aureus umumnya bersifat sitrat-negatif.
Uji sitrat memiliki peran penting dalam identifikasi bakteri patogen, terutama dalam analisis sampel klinis seperti urin dan feses. Kemampuan untuk membedakan antara bakteri yang berpotensi menyebabkan infeksi dan yang merupakan flora normal dapat memfasilitasi diagnosis dan penanganan yang tepat. Di bidang keamanan pangan, uji sitrat membantu mendeteksi kontaminasi bakteri yang dapat merusak produk atau menimbulkan risiko kesehatan. Selain itu, dalam studi lingkungan, uji ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi bakteri yang berperan dalam siklus biogeokimia, termasuk siklus karbon.
Secara keseluruhan, uji sitrat bakteri adalah metode laboratorium yang sederhana namun sangat berharga. Dengan memahami kemampuan metabolisme bakteri terhadap sitrat, para ilmuwan dapat memperoleh informasi penting yang berkontribusi pada berbagai bidang ilmu pengetahuan dan aplikasi praktis.