Dalam perjalanan menyebarkan kebaikan atau yang sering disebut dakwah, tidak jarang kita menemui berbagai macam respons, termasuk penolakan atau bahkan pertentangan. Menghadapi penentang dakwah memang memerlukan strategi yang matang, tidak hanya mengandalkan semangat, tetapi juga kebijaksanaan dan adab yang baik.
Pertama dan terpenting, adalah memahami sumber penolakan tersebut. Apakah penolakan itu datang dari ketidakpahaman, prasangka, pengalaman negatif sebelumnya, atau alasan ideologis yang mendalam? Upaya untuk memahami akar permasalahan akan membantu kita merespons dengan lebih tepat sasaran. Alih-alih langsung menyerang atau defensif, cobalah untuk mendengarkan dengan saksama. Tunjukkan bahwa Anda menghargai pandangan mereka, meskipun berbeda.
Pendekatan yang santun dan penuh empati adalah kunci. Dakwah sejatinya adalah ajakan, bukan paksaan. Gunakan bahasa yang lembut, logis, dan penuh hikmah. Hindari penggunaan kata-kata kasar, merendahkan, atau emosional yang dapat memperkeruh suasana. Sampaikan argumen dengan data dan fakta yang relevan, bukan sekadar klaim tanpa bukti. Jika Anda berargumen tentang ajaran agama, sertakan referensi yang jelas dan terpercaya.
Kemampuan untuk mengelola emosi diri sangat krusial. Penentang mungkin melontarkan pertanyaan provokatif atau kritik pedas. Tetaplah tenang, tarik napas dalam-dalam, dan berikan jawaban yang terukur. Ingatlah bahwa tujuan kita adalah memberi pemahaman, bukan memenangkan perdebatan dengan cara apapun. Jika percakapan mulai mengarah pada ketegangan yang tidak produktif, tidak ada salahnya untuk mengambil jeda atau menghentikan diskusi untuk sementara waktu, dengan tetap meninggalkan pintu komunikasi terbuka.
Selain itu, tunjukkan melalui perilaku nyata bahwa nilai-nilai yang Anda sampaikan memang terwujud dalam kehidupan sehari-hari. Konsistensi antara ucapan dan perbuatan adalah bukti dakwah yang paling kuat. Bersikaplah rendah hati, pemaaf, dan senantiasa berprasangka baik. Mengingat kembali prinsip bahwa hidayah datangnya dari Tuhan, tugas kita hanyalah menyampaikan dengan sebaik-baiknya.
Penolakan bukan berarti kegagalan total. Terkadang, penolakan itu sendiri adalah awal dari proses berpikir bagi sang penentang, meskipun mereka belum menyadarinya. Teruslah berikhtiar, berdoa, dan belajar bagaimana berkomunikasi secara efektif. Dengan pendekatan yang tepat, bahkan penolakan sekalipun bisa menjadi titik awal dialog yang konstruktif.